Mendikbud: Kalau Ingin Maju, Sekolah Harus Berubah





Peran guru dalam Pendidikan Karakter

Usai membuka Jambore Pelajar Teladan Bangsa, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy bertemu dengan para peserta Pelatihan Tim Pengawas Penjaminan Mutu Pendidikan Sekolah (TPMPS) Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta Angkatan I Tahun 2017. Dalam arahannya, Mendikbud mengungkapkan perlunya perubahan dalam sistem pendidikan nasional saat ini. 

“Sesuai arahan Presiden, saya ingin mengingatkan, bahwa sekolah kita harus berubah. Kalau ingin maju ya harus berubah. Dan berubahnya harus cepat, karena ketertinggalan kita dengan negara-negara lain sudah jauh,” ujar Mendikbud, Senin pagi (7/8/2017), di Aula LPMP DKI Jakarta.
   
Sebanyak 168 Kepala Sekolah dan Guru di Provinsi DKI Jakarta mendapatkan pelatihan mengenai penjaminan mutu pendidikan di sekolah di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) DKI Jakarta selama tiga hari ke depan. Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Hamid Muhammad mengungkapkan Direktorat Jenderal Dikdasmen melalui LPMP di setiap provinsi terus melakukan pemetaan, fasilitasi serta supervisi agar sekolah-sekolah dapat memenuhi delapan standar nasional pendidikan dan melahirkan program-program inovasi.

Sejak tahun 2016, menurut Dirjen Hamid, telah dilakukan penguatan melalui sekolah rujukan dan sekolah model yang diharapkan dapat menularkan ke sekolah di sekitarnya. Diharapkan dalam waktu tiga sampai enam tahun, sebagian besar sekolah di Indonesia dapat memenuhi standar nasional pendidikan. 

“Sekolah-sekolah tersebut akan menerapkan program penguatan pendidikan karakter (PPK), program literasi, dan program-program lain yang menyiapkan anak didik dapat memiliki keterampilan abad ke-21,” tutur Dirjen Dikdasmen dalam laporannya.

Prinsip Penerapan Penguatan Pendidikan Karakter 
Mendikbud mengungkapkan setidaknya terdapat empat prinsip Penguatan Pendidikan Karakter, yang pertama adalah manajemen pendidikan berbasis sekolah. Dijelaskannya, dalam konteks PPK, sekolah bertanggung jawab mengelola kegiatan belajar siswa, baik di sekolah, di tengah masyarakat, juga di dalam keluarga. Menurutnya, konsep belajar anak harus diubah, siswa tidak lagi hanya belajar di kelas atau di sekolah, tapi juga di luar sekolah.

“Sekolah harus bertanggungjawab atas apa saja yang dipelajari siswanya. Tri pusat pendidikan itu (keluarga, masyarakat dan sekolah) tidak boleh berjalan sendiri-sendiri. Harus saling terkait dan bersinergi,” pesan Mendikbud.

Yang kedua, dalam penguatan pendidikan karakter, sistem pembelajaran di sekolah perlu mengembangkan metode-metode yang merangsang cara belajar siswa aktif. Prinsip ketiga menurut Mendikbud adalah kurikulum berbasis luas (broadbased curriculum) sehingga sumber belajar tidak terbatas hanya pada sekolah, buku ataupun guru saja. Di sekitar sekolah terdapat berbagai sumber-sumber belajar yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai tujuan pendidikan.

“Jadi kurikulum itu sesungguhnya adalah guru. Apa yang ada di pikiran dan di hati guru itulah yang kemudian dikelola bersama-sama dengan siswa, itulah kurikulum,” tutur guru besar Universitas Muhammadiyah Malang itu.

Ke depan, penilaian tidak hanya berupa angka-angka dari intrakurikuler (mata pelajaran wajib) saja, namun juga memiliki catatan perkembangan kepribadian. Mendikbud berharap agar setiap siswa setelah lulus pendidikan menengah juga memiliki semacam portofolio yang dihimpun dari rekaman kepribadian itu. Dicontohkannya, jika anak di madrasah diniyah telah berhasil menyelesaikan juz amma, pencapaian itu haruslah dicatat oleh guru dalam rekam kepribadiannya.

Prinsip keempat yang dikedepankan dalam penerapan PPK menurut Mendikbud adalah individualisasi setiap peserta didik. Guru perlu membantu setiap anak untuk mengaktualkan potensi diri yang dimilikinya. “Setiap anak itu punya keistimewaan masing-masing, setiap anak itu memiliki keunggulannya masing-masing, dan unik,” tutur Mendikbud.

Terkait penerapan penguatan pendidikan karakter di sekolah, Mendikbud mengingatkan bahwa PPK tidak mengubah struktur kurikulum yang ada ataupun menambah waktu belajar siswa di sekolah.

“Kalau K13 dilaksanakan lima hari seperti di DKI ini, anak-anak SD jam 12.10 sudah selesai, untuk SMP 13.20, setelah itu bisa pulang. Setelah itu bisa beraktivitas ekstrakurikuler untuk penguatan karakter, bisa di dalam sekolah, bisa di luar sekolah. Jadi bisa juga belajar di madrasah diniyah sepulang sekolah,” kata Mendikbud.   

Peran Guru Dalam Pendidikan Karakter 

Muhadjir kembali menyampaikan peran penting guru dalam gerakan PPK. Salah satu faktor prasyarat pendidikan karakter, menurutnya, adalah guru. Untuk menumbuhkan budi pekerti dan karakter yang baik, seorang guru haruslah hadir mendampingi anak didiknya. 

“Salah satu problemnya adalah beban kerja 24 jam mengajar tatap muka di kelas. Dan itu sudah kita perbaiki dengan peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2017,” kata Mendikbud.

Ke depan, guru tidak perlu mencari tambahan jam mengajar. Ia ikut merencanakan, membimbing siswanya, dan melakukan evaluasi serta tugas-tugas tambahan. “Nanti itu bisa dikompensasi menjadi beban kerja guru,” tutur Mendikbud. 

Kembali ia ingatkan bahwa delapan jam di sekolah adalah untuk guru, bukan untuk siswa. “Siswanya tidak harus delapan jam di kelas,” tegas Mendikbud.

Mendikbud berharap besar pada para guru agar dapat mengamalkan ajaran Ki Hajar Dewantara. Guru, menurutnya harus dapat menjadi teladan, memberikan ide, prakarsa, memotivasi serta mampu memberikan arahan kepada anak didiknya. “Kita ini berada di hulu, yang mana produk kita akan sampai ke hilir. Kalau di hulunya bersih, jangan harap yang di hilir juga baik,” pesan Mendikbud.

--------

Baca info-info seputarbandungraya.com lainnya di GOOGLE NEWS