Mengatasi Anak Kesulitan Belajar dengan Intervensi Metakognisi





Kewajiban seorang anak adalah belajar. Itulah yang kerap disampaikan orangtua untuk mengarahkan sang anak mendapatkan pendidikan dalam hidupnya. Persoalan muncul ketika orangtua kadang abai pada situasi belajar sang anak. Apa yang diperoleh sang anak dalam hal pendidikan kerap disamaratakan dengan teman-teman lainnya. Padahal, pola belajar dan tingkat kemampuan sang anak menerima pelajaran tidaklah sama antara satu dengan yang lainnya. Apalagi jika sang anak mengalami kesulitan belajar.

Mungkin ada beberapa orangtua yang mengalami kondisi sang anak dimana nilai pelajarannya yang naik turun; sulit mengatur kegiatan atau barang; mudah lupa; sering kehilangan barang-barang; kerap melamun; ceroboh dan tidak teliti; tidak termotivasi untuk belajar; mudah menyerah; sulit duduk tenang untuk jangka waktu yang lama; banyak berbicara; hingga anak yang suka jail, iseng dan impulsif.

Anak Membutuhkan Penanganan
Akibatnya, tak sedikit orangtua yang melakukan tindakan memarahi, menghukum atau mempermalukan sang anak; memberi cap atau sebutan negatif; memaksakan sang anak latihan dan les; atau mengiming-imingi hadiah pada sang anak jika "target" yang dibebankan orangtua tercapai. Di balik itu, kadang orang tua tidak menyadari bahwa sang anak sedang membutuhkan penanganan karena dia tengah dilanda keadaan kesulitan belajar.

Sementara itu, kesulitan belajar sang anak bisa diawali ketika sang anak mengalami gangguan salah dalam membaca dan berhitung. Hal ini bisa karena disleksia (gangguan membaca), disotographia (gangguan mengeja), diskalkulia (gangguan berhitung), difraksia (gangguan motorik), dispasia (gangguan bicara dan bahasa) (Paternotte & Buitellar, 2010). Pada perkembangan selanjutnya, sang anak perlu dilakukan terapi tersendiri untuk menjalani proses belajar secara mandiri beserta penanganan khusus.

Metakognisi
Salah satu cara intervensi metakognisi. Awalnya kita ketahui mengenai metakognisi yang berhubungan kemampuan seseorang untuk mengontrol ranah atau aspek kognitif. Dalam hal ini, metakognisi mengendalikan enam tingkatan aspek kognitif yang didefinisikan oleh Benjamin Bloom dalam taksonomi Bloom, yaitu: tahap ingatan, pemahaman, terapan, analisis, dan sintetis. Metakognisi adalah pengetahuan tentang unconsciousness process dari peran awareness, sampai terbentuknya self-regulation yang berhubungan dengan working memory dan executive attention.

Adapun intervensi (terapi metakognitif) adalah latihan untuk melibatkan kemampuan belajar, menyimpan, dan memanggil informasi dan melibatkan kemampuan belajar, keterampilan organisasi dan manajemen waktu, ketrampilan test tasking, keterampilan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan (Solanto et al., 2010).

Dalam praktik penerapan metode metakognisi,  anak akan diberikan pengetahuan tentang bagaimana mengendalikan proses kognitif dan aplikasinya dalam situasi belajar nyata (Smith & Strick, 1999).  Intervensi metakognitif dapat diberikan kepada anak dengan pemberian makna bahwa kapasitas kognitif anak sama seperti orang dewasa.

Proses Metakognitif
Ada tiga proses bagaimana pengetahuan dapat termasuk di dalam komponen metakognitif, sebagai berikut:
1. Declarative, yaitu pengulangan pengetahuan dengan penjelasan proses kognitif melalui neuroscience, psikologi, dan intervensi, termasuk kemampuan dalam persepsi, membaca, menulis, berbicara, pemahaman, penyelesaian masalah dan memori (metakognitif).
2. Procedural, yaitu pengetahuan dalam tahapan proses, tentang apa apa yang terjadi pada proses kognitif dari neuroscience (metastrategi).
3. Conditional, yaitu engetahuan dalam menggunakan strategi untuk membantu kognitif proses (epistemologi).

Salah satu intervensi psikologis yang ada di Indonesia untuk anak kesulitan  belajar adalah dengan Melani’s Metacognitive Intervention (MMI). Untuk mengetahui lebih jauh mengenai MMI ini, silakan kunjungi http://klinikanakkesulitanbelajar.wordpress.com yang diasuh oleh Melani R. Arnaldi, M.Psi., Psi.

--------

Baca info-info seputarbandungraya.com lainnya di GOOGLE NEWS